Ustman bin Affan: Pengusaha Kaya yang Dermawan

0 2,764

Banyak  sekali  pengusaha  yang  mengaku sebagai  pengusaha  Muslim.  Tetapi  ketika gagal dalam bisnisnya, mereka menjustifikasi kegagalan itu dengan alasan bahwa dunia ini hanya hiasan semata, dunia hanya sementara, uang tidak dibawa mati, dan alasan lainnya. Masjid pun menjadi sekadar tempat “persembunyian” ketika mereka gagal memenuhi value of prosperity (Al Qimah Al Madiyyah). Bahkan secara masif telah terjadi pemahaman yang keliru tentang uang dan harta.

Pemahaman seperti ini terjadi karena kebanyakan doktrin yang  kita terima sejak kecil bersifat negatif. Contoh doktrin negatif tersebut adalah uang itu kotor, orang kaya itu sombong, uang merusak persahabatan dan persaudaraan, serta  kata-kata  yang  paling  favorit:  uang  adalah  akar masalah. Dengan kondisi pemahaman seperti ini, wajar saja  banyak  di  antara  saudara  kita—kaum  Muslimin—mengesampingkan value  of  prosperity ini, dan hanya nyaman  ketika  mereka  bersentuhan  dengan  nilai kemanusiaan (Al Qimah Al  Insaniyyah), nilai etik (Al Qimah Al Akhlaqiyyah), dan terutama nilai spiritual (Al Qimah Al Ruhiyyah).

Padahal jika kita menganalisa hukum syara’—yang memerintah kita melakukan perbuatan tertentu—kita akan menemukan  bahwa  harus ada keseimbangan  dalam mengusahakan  keempat  nilai-nilai  di  atas.  Islam  tidak mengajarkan kita fokus hanya pada nilai ruhiyyah dan melupakan nilai-nilai yang lain, demikian juga sebaliknya. Masalahnya bukan kita tidak boleh fokus ke nilai ruhiyyah, tetapi kita juga harus ingat ada nilai-nilai lain yang juga harus kita usahakan dalam hidup, termasuk value of prosperity (Al Qimah Al Madiyyah).

Value  of  prosperity  adalah  sesuatu  yang  kita usahakan berhubungan dengan materi. Misalnya, uang, tabungan, rumah, kendaraan, dan hal yang berbentuk benda atau materi.  Allah  telah  memerintahkan  kita  untuk memenuhi  value  of  prosperity.  Sebagai  contoh,  ketika Allah  memerintahkan  jual  beli,  bekerja,  ataupun membentuk syirkah (kerja sama usaha, seperti syirkah mudharabah, syirkah abdan, dll) sebenarnya bertujuan merealisasikan value of prosperity. Al Qimah Al Madiyyah ini erat kaitannya dengan ketiga nilai yang lain. Misalnya dengan uang, kita bisa pergi haji, membayar zakat, bersedekah, membantu orang yang dalam kesusahan, memberikan pendidikan yang baik kepada anak kita, dan banyak amal shalih lain yang bisa dilakukan dengan uang.

Jika uang beredar di tangan orang orang yang shalih maka  tidak  mungkin  mereka  membuat  bisnis  yang melanggar syara’ seperti judi online, bisnis esek-esek, dugem, dan aktivitas bisnis lainnya yang dimurkai oleh Allah. Uang dimanfatkan di jalan Allah. Mari kita flash back ke 1.400 tahun yang lalu, ketika dakwah Rasul didukung oleh para pengusaha seperti Abu Bakar, Umar, Usman, Abdurrahman bin Auf, banyak yang sudah mereka lakukan dengan harta mereka untuk tegaknya Islam di muka bumi ini. Para sahabat Rasul yang juga pengusaha ini telah menorehkan  tinta  emas  dalam  sejarah  kegemilangan Islam

Kali ini, kami akan membahas sosok sahabat Ustman bin Affan. Sahabat Ustman bin Affan adalah salah satu sosok nyata yang menyeimbangkan antara value of prosperity dan kesederhanaan. Ustman Bin Affan adalah pengusaha besar di zaman Rasulullah. Meskipun kaya raya, beliau hidup dengan sederhana dan sangat dermawan sehingga beliau dijuluki sebagai Bapak Zuhud.

Suatu ketika pada masa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq ra, kaum Muslimin dilanda kemarau dahsyat. Mereka mendatangi Khalifah Abu Bakar dan berkata, “Wahai khalifah Rasulullah, langit tidak menurunkan hujan dan bumi kering tidak menumbuhkan tanaman, dan orang meramalkan datangnya bencana, maka apa yang harus kita lakukan ?”

Abu Bakar ra menjawab: “Pergilah dan sabarlah. Aku berharap sebelum tiba malam hari Allah akan meringankan kesulitan kalian.

Pada petang harinya di Syam ada sebuah kafilah dengan 1.000 unta mengangkut gandum, minyak, dan kismis. Unta itu lalu berhenti di depan rumah Ustman, lalu mereka menurunkan muatannya. Tidak lama kemudian pedagang datang menemui Ustman, si pedagang kaya, dengan maksud ingin membeli barang itu.

Lalu Ustman berkata kepada mereka: “Dengan segala senang hati. Berapa banyak keuntungan yang akan kalian berikan ?”

Mereka menjawab: “Dua kali lipat.”

Ustman menjawab: “Wah sayang, sudah ada penawaran lebih.”

Pedagang itu kemudian menawarkan empat sampai lima kali lipat, tetapi Ustman menolak dengan alasan sudah ada penawar yang akan memberi lebih banyak. Pedagang menjadi bingung lalu berkata lagi pada Ustman: “Wahai Ustman, di Madinah tidak ada pedagang selain kami, dan tidak ada yang mendahului kami dalam penawaran. Siapa yang berani memberi lebih ?”

Ustman menjawab: ”Allah SWT memberi kepadaku 10 kali lipat, apakah kalian dapat memberi lebih dari itu?”

Mereka serentak menjawab: “Tidak!”

Ustman berkata lagi: “Aku menjadikan Allah sebagai saksi bahwa seluruh yang dibawa kafilah itu adalah sedekah karena Allah untuk fakir miskin daripada kaum muslimin.”

Petang hari itu juga Ustman r.a membagi-bagikan seluruh makanan yang dibawa unta tadi kepada setiap fakir dan miskin. Mereka semua mendapat bagian yang cukup untuk keperluan keluarganya masing-masing dalam jangka waktu yang lama.

Itulah salah satu kedermawanan Ustman Bin Affan, merupakan keistimewaan yang dimilikinya selain sebagai Khulafaur Rasyidin, dan beliau juga termasuk salah seorang dari 10 sahabat yang dijamin masuk surga. Ustman bin Affan merupakan khalifah ketiga setelah wafatnya Umar bin Khattab. Bangsawan dan konglomerat Makkah yang dijamin masuk surga oleh Rasulullah SAW karena perjuangan dan ketaqwaannya. Seorang pribadi shalih yang jujur, lembut, dan pemalu. Jasa beliau untuk  menstandarkan teks Al Quran memberi sumbangsih besar dalam penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia. Data kekayaan beliau:

  • Assetnya bernilai 151.000 dinar plus 1000 dirham
  • Mewariskan property sepanjang ‘Aris dan Khaibar
  • Memiliki beberapa sumur oasis senilai 200.000 dinar atau 240 Miliar IDR

Namun di akhir masa kekhalifahan dan hidupnya, harta yang dimiliki Utsman r.a hanya tersisa dua ekor unta saja. Semuanya dinafkahkan untuk kesejahteraan umat. Bahkan beliau pun tidak mau menerima tunjangan (gaji) dari baitul maal. Subhanallah, inilah karakter khas generasi didikkan langsung Rasulullah SAW.

(CAA)

Sumber Referensi: Mediaumat.com

Loading...
Tinggalkan komentar